Pages

Sabtu

Aku & Majikan. Cerpen: Uki Bayu Sedjati

"Bibir mencibir, lidah tak bertulang, menjilat ludah sendiri, menarik ingus di hidung!"?..belasan katakata bernada ejekan itu melintas-lintas di benakku saat melamun ataupun saat tidur.
Seperti poster-poster bergambar bibir dan lebar lidah menjulur, menyeringai yang diacung-acungkan para pengunjuk rasa dan penggalan hujatan serak para orator di tengah massa.Apa aku sedang mimpi? Mmmh.... Mungkin secara tak sadar aku menyerap dan mengolahnya dari surat kabar,majalah, radio, televisi? Juga, secara langsung dari majikanku?
Memang aku sering diajak mengobrol segala macam, saat masak,bersihkan perabotan,menyiram kebun, mencuci mobil. Majikanku manusia bekerja, sih. O ya, perkenalkan namaku Yayah. Tetangga-tetangga di kampung, sejak kecil, memanggilku begitu. Padahal asli Cahaya. Kata Bapak, itu kakekku yang memberi nama, biar keluarga bisa terus berkilau semangatnya,katanya. Tapi panggilanku Yayah. Tak apa. Meski, awalnya, membuatku merasa disepelekan, mentang-mentang aku hanya pembantu rumah tangga,PRT.
Cahaya,ya,jelas kakek punya niat dan keinginan yang mulia ketika memberi nama. Ah, tak mengapalah? Yang penting, aku dilahirkan pasangan petani di desa, di wilayah pinggir Sibolangit, kota kecil pertengahan antara Medan dan Danau Toba. Aku keturunan "jadel", Jawa Deli. Kakek buyutku Jawa, nenek buyutku asli Deli. Konon, waktu zaman penjajahan, mereka kuli kontrak onderkata Bapak jambore,ramai sekali,sayang bangunan-bangunan bekas keramaian itu tak dirawat.
Jangan salahkan nasib. Itu betul. Sebab, sebagai PRT di rumah majikanku sekarang ini, enak, asyik punya. Aku boleh bertukar kabar dengan orangtuaku di kampung, sanak keluarga, bahkan sahabat pena. Sungguh, semua fasilitas: komputer, internet, tentu juga telepon, HP, faks, justru majikanku yang terusmenerus menyatakan bahkan melatih agar aku mampu menggunakan alat-alat itu. Dia dengan telaten mengajari, juga menyuruh kursus.Jangan pula heran aku diberi hak cuti haid, hak cuti tahunan, bonus gaji ke-13. Itulah majikanku, yang perempuan maupun yang lelaki.
"Aktualisasi diri dimiliki setiap manusia," kata majikanku kepada temannya, saat aku suguhkan teh dan penganan kecil di tengah percakapan,suatu sore,di teras rumah. "Betul," tanggap temannya itu. "Karena itu setiap manusia harus diberi peluang, dan harus pula diajak, dibangunkan agar memanfaatkan semaksimal mungkin semangat dan tenaga yang ada dalam diri,"fasih omongan yang keluar dari bibir mungilnya. Kadang jadi tak enak hati setiap kali majikanku mengajak duduk bersamasama satu meja makan.Tak enak rasanya, tak bisa makan secara bebas.Tapi jangan pakai alasan tak layak atau tak pantas. Wah, majikanku pasti menegur.
Dia pernah bilang, "Siapa bilang kau tak layak, siapa bilang kau tak pantas. Ukuran kepantasan dan kelayakan itu kita,manusia yang bikin. Makanya bisa berubah setiap tempat dan di setiap saat." Mau contoh? Ketika bersama-sama warga se-RW tamasya ke gunung, saat acara makan, boleh duduk di mana tempat. Ada yang duduk di atas tikar, di kertas karton,di rumput.Aku yang PRT dan majikanku yang tokoh masyarakat sama-sama duduk di atas batu. Malah, batu yang kududuki lebih tinggi dibanding batu majikanku.
Hanya,soal makan sama-sama kan tak perlu heboh. Masih banyak masalah masyarakat kita yang penting untuk diutamakan dan diupayakan penyelesaiannya. "Gitu aja kok repot," kalimat yang pernah kudengar di radio dan televisi, dari wajah dan bibir yang?yaa, itu ada benarnya. Memang sesekali mencuat pikiranku kepingin dipanggil nama lengkapku Cahaya atau Cahya, bukan lagi Yayah? tapi?sudahlah., karena kebiasaan orang sulit diubah. Proses transformasi dari tradisional menjadi modern memang evolutif, perubahan mesti bertahap, gradual, kecuali ada revolusi? ups, kata ini aku dapat dari mana?
Lihat di cermin bibirku tersenyum.Kata dan kalimat yang menurutku bagus-bagus begitu saja mondar-mandir di benakku kapan saja, semaunya.Aku sering menyampaikan hal itu kepada teman-teman sesama PRT. Itu pun, mereka?ah, masih untung mau mendengarkan, lebih sering mereka bengong mendengar celotehku. Ada juga yang tak menggubris, langsung melenggang pergi.Buat mereka, aku jadi seperti makhluk aneh.Kenapa? Mungkin, mereka pikir,PRT kerjaku sama dengan mereka: sapu dan pel rumah, cuci dan setrika baju, belanja dan masak. Itu saja.Tapi, kenapa?
"Kamu harus berjuang untuk memajukan pikiran-pikiranmu. Belajar terus. Kendala bisa diubah jadi tantangan dan peluang oleh orang kreatif," majikan perempuanku selalu memompa semangat. Dia memang andal. Kalau malam hari, rumah sepi, tak ada anak-anak?O ya, majikanku pasutri yang belum punya keturunan, mungkin karena dua-duanya sibuk, sih. Tampaknya seperti tak sempat bermesra- mesraan,macam cerita di televisi.Eh, aku kok jadi sok tahu. Jika majikan perempuanku belum pulang, aku hanya berdua dengan majikan lelaki, malam hari, nonton televisi di ruang tengah. Aku santai saja.
"Tulung pijatkan pundakku, pegalpegal rasanya." Atau, "Kamu kayanya pucat, sini aku pijetin kepalamu?" Itu cuma kalimat yang ada di cerita sinetron atau film. Bibir majikan lelaki tak bakal mengeluarkan omongan yang melecehkan seperti itu. Siapa pun memang tak percaya, termasuk teman-teman sesama PRT perempuan. Aku kadang mendengar mereka sedang ngegosipin majikan masing-masing, terutama pagi hari di dekat gerobak tukang sayur. "Ssst?Bapak pernah niup kupingku, nepok pantatku lho, hi hi hii...."
"Bibir bosku seksi. Kumis sama bulu dadanya lebat banget. Aku suka merinding sendiri...terus mimpi deh...." "Aku pernah diajak adiknya Ibu nonton film..gituan?ih..serem?" Bicara gosip seperti itu aku menolak ikut, pamali. Salah-salah bisa bibir sendiri yang dower. Mereka lebih suka gosip daripada bicara soal hak perempuan. Padahal mereka kaumku, perempuan. Makanya aku acap lebih memilih baca buku bahasa Inggris.
Siapkan teh manis, penganan kecil, buku "Living English Structure" dan kamusnya-yang dikasih majikanku waktu kami belanja di pasar buku loak-lantas cari tempat yang di sofa, di karpet atau tiduran di kamar tidur. Aku sudah setahun lebih kursus Inggris.Lumayan bisa,cuma keberanian bicara mesti ditambah. Majikan perempuan tahu itu. Beberapa kali aku diajak ikut ke rapat, diskusi, seminar?dan setiap kali ada orang asing aku disuruh ngobrol, walah, bibirku sampai gemetaran, tapi aku nekat saja, biarpun sesudah itu aku terbirit-birit ke toilet.
"Harus berani, coba terus, try...be practice..," dorongnya. Suatu kali aku sibuk dengan diriku sendiri.Tepatnya: klimpungan.Penyebabnya, ada undangan datang.Ya, undangan. Bukan atas nama majikanku.Bukan surat dari kampung, bukan. Yang satu undangan seminar, yang satu lagi undangan membentuk yayasan. Mana yang kupilih untuk kuhadiri karena keduanya sama hari, tanggal,dan jamnya? Tak bisa minta saran ke majikan, karena keduanya sedang di luar kota.
Akhirnya aku memilih menghadiri seminar. Di situ aku jadi peserta yang kayanya paling tak pantas duduk di antara peserta lain, yang tampak begitu cantik, pandai, bahkan ada yang dandanannya seperti artis di tv. Lipstick di bibir mereka warnanya ada pink, ada merah, ada cokelat? aku rasanya salah tempat.Tapi bagaimana lagi. Aku atur napas ?.kurr semangat. Ketika dibuka acara tanya-jawab,aku memberanikan diri mengajukan pertanyaan serta tanggapan. Dan astaga, apa yang kukemukakan malah menjadi perbincangan hangat.
Sungguh, topik seminar "Manajemen Rekruitment Karyawan Perusahaan Multinasional" jadi berubah arah. Lebih menyoroti peran dan kepercayaan pimpinan dalam mendelegasikan wewenang kepada bawahannya. Ulasanku diperbincangkan terus yaitu tentang meningkatkan kesejahteraan karyawan yang justru jadi langkah jitu meningkatkan citra perusahaan. Salah seorang pembicara, dia doktor dari universitas terkenal, mengutip ucapanku.
Dia membenarkan, katanya perusahaan yang menjadikan karyawan sebagai mitra kerja, tak bakal mengalami demo. Menambah gaji karyawan? walau hanya 10.000 perak?misalnya, jauh lebih menguntungkan dibandingkan jika terjadi mogok kerja.Komisaris, pimpinan, karyawan kan sama-sama manusia, maka bersaudara?. Begitu seminar usai, aku bahkan diwawancarai wartawan radio dan televisi di situ,ya di tempat seminar itu. Saat dikerubuti wartawan dan kamera itu, masya Allah, bibir-bibir mereka ada yang mencibir, ada yang monyong, yang hitam kena polusi rokok, ada yang main sikut, ada yang sodorkan taperecorder nyaris mengenai bibirku, ada wah, wah? aku seperti selebriti, aku nyaris tak bisa bernapas di tengah kerumunan. Dan masya Allah lagi, itu ada majikan perempuanku di antara para peserta.
Aku baru tahu dia hadir juga di seminar ini.Padahal,tadi pagi lewat SMS aku disuruh datang sendiri.Apakah?? Eh, dia mengacungkan jempol ke arahku. Matanya berbinar, bibirnya tersenyum seperti busur. Aku terharu, sungguh. Air mataku mengalir di pipi. Kami saling mendekat. Di tengah orang banyak, dia, majikanku, memelukku erat-erat. Setelah hari itu aku tak mau lagi melamun dan bermimpi. 14 Januari 2005 (buat aktivis perempuan)

Read More......